Jumat, 17 Mei 2013

GITARIS HOOKERS

George Lynch
Turut membesarkan nama Dokken pada era glam rock tahun 80-an, George Lynch merupakan gitaris yang mampu bermain garang tapi juga melodik. Beberapa cirinya: menampilkan petikan chord string yang lembut (Unchain The Night, Dream Warriors, Will The Sun Rise, So Many Tears), atau permainan lick yang bersambung memainkan tone tipis dan tebal (It’s Not Love, Standing in the Shadows), dan tentu saja gempuran sangar seperti pada “Kiss of Death” atau “Turn on the Action”. Gaya permainan George Lynch membuka banyak kesempatan ia berekspresi mencuri-curi nada membuat berbagai hook yang memorable. Teknik permainannya terus meningkat setelah ia mendirikan Lynch Mob, sementara Dokken saat ini juga masih exist dengan gitaris John Levin yang sangat terpengaruh oleh permainan George Lynch era 80-an.
George Lynch
Alfred Koffler
Gitaris kelompok hard rock Pink Cream 69 (band Andi Deris sebelum Helloween), Alfred Koffler merupakan hooker yang mengerikan, hanya saja tidak terlalu ngetop sampai tidak ada yang menulis tentang dia di wikipedia.org. Ciri khasnya adalah riff cepat dan rumit (untuk ukuran hard rock) dengan sesekali menggunakan teknik pinch harmonic yang unik dan whammy bar. Contoh permainan mautnya terdengar di sepanjang lagu “Take Those Tears” (http://www.youtube.com/watch?v=BIIj9SyaMNE -> link ini juga bagi yang mau melihat Andi Deris jaman dulu, memang frontman sejati!) dan “One Step Into Paradise” (http://www.youtube.com/watch?v=5CEAOnU4bm4).
Alfred Koffler
Richie Sambora
Mungkin karena pernah menikah dengan Heather Locklear yang membintangi film televisi T.J. Hooker, maka Richie termasuk hooker yang handal. Jadi selagi hanyut mendengarkan vokal sexy Jon di lagu-lagu Bon Jovi, dengarkan juga sesekali gitar Richie yang mencuri-curi nada pada timing yang pas, tapi tidak pernah terkesan over. Simak nuansa blues dari petikan-petikan kecil pada “Hey God” disusul lick gagah saat reff, atau kocokan uniknya pada “Keep The Faith”, atau ritemnya yang terseret-seret horny di “Bad Medicine”, ia juga bisa garang seperti ritem rapatnya di “Only Lonely” (padahal lagunya mid-tempo). Richie membuktikan untuk menjadi gitaris dunia tidak perlu punya speed gila-gilaan dalam menggerayangi fret gitar, cukup letakkan jari di posisi yang tepat saja.
Richie Sambora
Yngwie Malmsteen
Kalau Yngwie membaca kalimat diatas (tidak perlu speed gila-gilaan dalam menggerayangi fret gitar) maka yang nulis mungkin akan diajak duel sampai far beyond the sun. Dalam komposisi lagu-lagunya, Yngwie memang selalu menonjolkan diri, full speed. Salah satu hook terkenalnya adalah pada lagu “Rising Force” (Odyssey – 1988), saat vokalis Joe Lynn Turner selesai mengucap “…I hear/feel a rising force”, langsung disusul melodi singkat padat yang dimainkan secepat kilat oleh Yngwie.  Permainan penuh hook liar tanpa terkesan berantakan (justru dimainkan sangat presisi dan rapi) juga dipamerkan di lagu seperti “Forever is a Long Time”, “Vengeance”, “Never Die”, dan lagu-lagu bertegangan tinggi lainnya.
Yngwie Malmsteen
Roland Grapow
Dari gitaris-gitaris Helloween yang pernah menemani Michael Weikath, menurut hemat saya, Roland Grapow yang paling sexy (glek), terlepas dari kehebatan Kai Hansen dalam menciptakan banyak hit Helloween dan mempopulerkan power metal ala Helloween yang sarat riff cepat rapat yang bikin merinding. Dari album bersama Roland, tercipta sebagian lagu-lagu Helloween dengan hook-hook gitar yang variatif dan berbeda dengan sebelumnya. Mulai terdengar riff patah-patah yang lincah (bukan goyang patah-patah) seperti di “Mr. Torture” atau “Sole Survivor”, atau simak kegarangannya di “Midnight Sun”, juga tanpa melupakan hook-hook jenaka seperti di “Shit and Lobster” (heran lagu sebagus ini cuma jadi B-Side), atau nuansa gelap di “Time of the Oath” (juga di “Four Seasons of Life” dari album solo Roland).
Roland Grapow
Akira Takasaki
Salah satu gitaris yang sanggup bermain dengan kecepatan tinggi sambil memperagakan hook maut adalah Akira Takasaki dari Loudness. Dengarkan “In the Mirror”, “S.D.I”, atau “Demon Disease” yang sungguh keterlaluan indahnya. Permainan Akira Takasaki juga terpengaruh Eddie Van Halen, yang dengan pintarnya ia racik dalam musik Loudness sedemikian rupa, seperti yang terdengar di salah satu masterpiece Loudness: “Let It Go” (lagu ini juga sarat hook keren). Berbagai hook nikmat juga dimainkan pada “Run For Your Life”, “Love Toys”, dan masih banyak lagi.
Akira Takasaki
Slash
Berharap Slash memainkan solo rumit bernuansa sweep picking, arpeggio, dan hal-hal yang berbau shredding seperti tiga gitaris sebelumnya (Yngwie, Roland, dan Akira Takasaki) akan lebih sulit dibandingkan mengharapkan seekor kuda nil keluar dari topi Slash. Tapi untuk urusan meracik nada gitar di seksi ritem, ia tidak pernah memainkannya dengan monoton. Nada-nada super sibuknya (dan susah ditiru) bersama Izzy Stradlin pada masa emas Guns ‘N Roses terdengar di lagu-lagu seperti “Welcome to the Jungle”, “Anything Goes”, “Don’t Damn Me”, “You Could Be Mine”.
Slash
Dave Mustaine
Bergantian gitaris tingkat dunia keluar masuk Megadeth, ciri kocokan gitar pada lagu-lagu Megadeth tetap sama: rumit dan menggigit, selama masih ada Dave Mustaine di sana. Salah satu lagu penuh dengan hook maut yang hampir tak masuk akal adalah “Holy Wars… The Punishment Due” bersama Marty Friedman. Pada bagian solo di akhir lagu tersebut, hanya dengan memainkan 1 senar dengan cepat, Mustaine dapat memproduksi ritem dengan efek harmonic dengan urutan up-down stroke yang unik. Contoh gila lainnya, dengarkan bagaimana ia mengatur riff bernuansa kereta api di “Train of Consequences”.
Dave Mustaine
Steve Vai
Kreativitas Steve Vai tidak perlu diragukan lagi, mungkin dia satu-satunya gitaris dunia yang memasukkan kipas angin dalam peralatan panggungnya (kipas angin digunakan untuk membuat efek rambutnya berkibar-kibar). Soal nge-hook, dengarkan album “Slip of the Tongue” dari Whitesnake yang menghadirkan Steve Vai sebagai gitaris (Vai membuat album ini menjadi kurang bernuansa Whitesnake, tetapi nuansa Vaisnake ternyata enak juga!), ataupun lagu-lagu saat ia menjadi gitaris David Lee Roth, plus sederet album solonya.
Steve Vai
Vito Bratta
Permainan Vito Bratta merupakan jantung musik White Lion, itulah alasan logis kenapa Mike Tramp tidak pernah sukses menghidupkan kembali si Singa Putih, karena ia tidak menemukan gitaris sekaliber Vito. Lagu “Little Fighter” merupakan contoh kreativitas Vito menciptakan hook-hook yang begitu nikmat, menyuntik setiap ruang kosong dengan untain nada yang menggairahkan. Bahkan ballad-ballad seperti “You’re All I Need” dan “When The Children Cry” juga sarat dengan hook manis.
Vito Bratta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar